Ketika Hening Menyapa: Kisah yang Tertinggal di Ruang Kosong

Pernahkah kalian mengalami momen hening yang tiba-tiba menyentak kesadaran?
Sebuah ruang kosong. Tak ada suara, tak ada gerak. Tapi justru di sanalah suara paling keras terdengar—suara dalam diri sendiri.

Kehilangan tak selalu datang dengan tangis atau gaduh. Kadang, ia menyapa dalam sepi. Dalam ruang yang biasa kita isi dengan tawa, hadir kekosongan yang anehnya berbicara lebih banyak daripada ribuan kata.

Mengapa Kehilangan Mengubah Kita?

Kehilangan mengajarkan bahwa tak ada yang abadi. Bahwa waktu berjalan, dan apa yang dulu dekat kini bisa jauh, atau bahkan hilang. Namun, justru dari kehilangan itulah kita belajar menghargai keberadaan.

Ruang kosong bukan musuh. Ia adalah ruang refleksi. Saat tidak ada yang bisa kita genggam, kita mulai menggenggam makna. Kita bertanya:

• Apa yang benar-benar penting?

• Siapa yang pernah hadir dan memberi warna?

• Apa yang belum sempat kita katakan?

Belajar dari Diam

Dalam kesunyian, kita mengenal diri. Saat tidak ada distraksi, kita mendengar dengan jernih—tentang luka, rindu, dan harapan.
Kesedihan karena kehilangan bukan tanda kelemahan, melainkan bukti bahwa kita pernah memiliki, dan pernah mencintai.

Dan dari kehilangan, kita bisa mulai mencipta ulang. Bukan dengan melupakan, tapi dengan memahami. Bahwa setiap yang pergi menyisakan ruang—bukan hanya untuk duka, tapi juga untuk tumbuh.

Akhirnya, Kita Bertumbuh

Ruang kosong bukan akhir, melainkan jeda.
Jeda untuk menata hati, merangkai ulang arah, dan kembali berjalan.

Jika hari ini kamu merasakan kekosongan, jangan buru-buru menutupnya. Dengarkan ia. Sebab bisa jadi, di sanalah kamu akan menemukan suara terpenting: suaramu sendiri.

---

📚 Ditulis oleh Tim Bola Baca ta’ — sebuah komunitas yang percaya bahwa membaca bukan hanya soal buku, tapi juga soal hidup, kehilangan, dan harapan.

Kunjungi kegiatan kami di Instagram @bolabacata
atau telusuri cerita lainnya di www.bolabacata.my.id

Berbagi :