Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ruang Kosong yang Berbicara: Pelajaran dari Kehilangan


 Pernahkah kalian mengalami momen hening yang tiba-tiba menyentak kesadaran?

Kadang, saat sedang duduk diam, tanpa alasan yang jelas, muncul kenangan-kenangan lama. Di tengah ingatan akan tawa-tawa masa lalu, tiba-tiba satu wajah hadir begitu nyata. Wajah seorang teman yang dulu begitu dekat, begitu akrab, namun entah sejak kapan menghilang dari kehidupan kita.

Dan saat itulah kesadaran itu datang—bahwa dia sudah tiada. Bukan karena pergi menjauh atau sibuk dengan dunianya sendiri. Tapi benar-benar pergi… selamanya.

Yang tersisa hanya kehampaan. Ada ruang kosong di dalam diri, yang dulu penuh warna dan keriuhan, kini menjadi sunyi dan dingin. Ada rasa sedih yang sulit dijelaskan. Ada penyesalan karena kita sempat lupa. Ada haru yang muncul saat potongan-potongan kecil kenangan itu kembali menghampiri—tawa di tengah hujan, obrolan ringan yang ternyata begitu berarti, langkah-langkah bersama yang kini hanya bisa dikenang sendirian.

Saat menyadari semuanya, aku hanya bisa menengadah dan menitipkan doa kepada langit. Untuk dia—teman yang telah pergi. Aku berdoa agar dia damai di sana. Agar tawa terakhir yang pernah ia tinggalkan untuk kami menjadi penutup yang hangat bagi kepergiannya.

Dan bagi kami yang masih di sini, semoga kenangan ini tak berhenti di air mata. Semoga kenangan ini menjadi pengingat bahwa hidup ini begitu singkat, dan setiap kebersamaan adalah anugerah yang tak bisa diulang.

Semakin kupikirkan, semakin terasa bahwa hidup berjalan terlalu cepat. Kita sering kali terlalu sibuk, terlalu tergesa, hingga lupa mengucapkan hal-hal sederhana seperti “terima kasih” atau “sampai jumpa.” Dan ketika kehilangan itu datang, baru kita sadar bahwa ruang yang dulu dipenuhi kehadirannya kini hanya menyisakan sepi.

Baru sekarang aku benar-benar mengerti: kita tidak hanya kehilangan seseorang saat mereka pergi. Kita juga bisa kehilangan mereka saat kita lupa bahwa mereka pernah ada. Dan mungkin, itulah bentuk kehilangan yang paling menyakitkan—bukan hanya ditinggalkan, tapi lupa bahwa seseorang pernah begitu berarti dalam hidup kita.

Aku mulai bertanya pada diri sendiri: berapa banyak teman yang pernah hadir, memberi cahaya, namun perlahan menghilang dari ingatan? Berapa banyak wajah yang dulu akrab, kini hanya samar dalam benak?

Mungkin inilah cara semesta mengingatkan kita. Bahwa tidak selamanya kita diberi waktu. Bahwa setiap tawa, pelukan, dan pertemuan, betapapun singkatnya, adalah berkah.

Jadi hari ini, aku tidak ingin hanya mengenang. Aku ingin kembali menghidupkan makna kehadiran seorang sahabat yang pernah singgah dalam hidupku. Lewat doa, lewat cerita, dan lewat rasa syukur karena aku pernah mengenalnya.

Selamat jalan, sahabat. Kau mungkin sudah jauh, tapi dalam hati ini, kau tetap dekat. Bukan sebagai luka, tapi sebagai cahaya. Sebagai pengingat bahwa cinta yang tulus tak pernah benar-benar hilang. Ia hanya berpindah—dari dunia yang fana ke keabadian yang tenang dan damai.

Posting Komentar untuk "Ruang Kosong yang Berbicara: Pelajaran dari Kehilangan"